SELAMAT DATANG DI BLOG RADIO TENGKORAK DAN TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA DAN MOHON MAAF APABILA KOMENTAR2 ANDA PADA BLOG INI BELUM DIBALAS KARENA KESIBUKAN RUTINITAS, TAPI AKAN SAYA BALAS SATU PERSATU, MOHON SABAR YA...SALAM TERBAIK

Minggu, 24 Februari 2013

SAYA “DIKERJAIN” OLEH LADDER LINE ( sebuah kisah Steve Ford tentang “betapa buruknya” kabel coax )





SAYA “DIKERJAIN” OLEH LADDER LINE ( sebuah kisah Steve Ford tentang “betapa buruknya” kabel coax )
By : Djoko Haryono

 
Saya pernah menulis di group ini bahwa “Kabel coaxial adalah kabel terbaik sekaligus terburuk didunia”. Terbaik karena paling banayk digunakan orang dibumi ini. Paling praktis karena mudah dipasang tanpa perlu banyak “berpikir”. Terburuk karena coax memiliki rugi2/losses yang sangat besar. Coax dgn. losses terendah yang ada dipasaran , ternyata masih termasuk tinggi.

Nah , ketika tadi saya membaca comment rekan Obin Suparno bahwa “Ladder line memiliki kelemahan , yaitu menimbulkan ‘spleteran’/splatter yang sangat besar” , saya tahu ada something wrong , dan saya mendadak ingat pada kisah semacam yang dialami Steve Ford , WB8IMY ( dan juga persepsi keliru yang pernah dialami oleh banyak ham lainnya ). Steve juga pernah “menolak” menggunakan ladder line karena mitos “splateran besar” itu.

Pada link dibawah nanti anda bisa membaca sebuah cerita berjudul “The lure of ladder line” yang terjemahannya adalah :

1. “Digoda” oleh ladder line ( terjemahan secara letterlijk ).
2. “ DIKERJAIN OLEH LADDER LINE” ( terjemahan bebas yg. lebih tepat ).

Ceritanya tentang pengalaman Steve Ford , WB6IMY yg. merasa terbentur pada beberapa pilihan antenna karena lahan dibelakang tempat tinggalnya yg sempit sehingga sulit untuk mendapatkan pancaran radio/TX ( yang digunakannya pada band 40 s/d 10 meter ) nya secara baik karena keterbatasan antenna itu.

Setelah bertemu Dean Straw , D6BV yang lebih senior, dia disarankan untuk meninggalkan coaxial dan menggantinya dengan ladder line. “Oh, tidak !! , saya sudah tahu bahwa ladder line itu memancarkan radiasi ( spleteran ) yang sangat besar !”.Steve menyanggah dan mengatakan bahwa coaxnya memiliki losses yg hanya 1,5 dB per 100 ft pada 100 MHz , padahal kabelnya hanya 50 ft dan ia bekerja “hanya sampai: 29,60 MHz saja.

Tapi dengan sabar Dean menunjukkan dasar2 perhitungannya dan menjelaskan untuk membuktikan bahwa itu tidak benar , dan bahwa justru rugi2 yang didapatkan dari kabel coax lah yang jauh lebih merugikan / besar dibanding saluran ladder”.

Steve yang tadinya menganggap losses coax yg dimilikinya sudah sangat rendah , terkejut ketika Dean menunjukkan bahwa dengan ladder line, Steve hanya akan mendapatkan losses sebesar max. 0,3 dB saja pada semua band . Steve kemudian mencoba menurut dan membeli ladder line 450 ohm sepanjang 30 meter, menghubungkan ujung atasnya ke terminal antenna dan ujung bawahnya ke terminal ( balance ) dari antenna tuner. Barulah pada sisi lain antenna tuner itu terhubung ke TX melalui “sepotong” kabel coaxial.
Ladder line itu mengikuti jalur lama bekas coax melewati samping cerobong , atap, talang , jendela dengan bingkai logam , menuju ruangan dimana TX berada. Ketika dicoba , Steve ter-heran2 saat mencoba semua band dari 40 meter sampai 10 meter, ternyata antenna tuner miliknya bekerja demikian enteng dan singkat ( cepat ) dan SWR meter langsung menunjukkan 1 : 1. Pada beberapa band bahkan pancarannya langsung diterima dan mendapat respons / kontak dari lawan dengan laporan bahwa signal strengthnya diterima sangat kuat.

Melihat demikian ringannya kerja tunernya disetiap band “menjembatani” mismatch yang ada setelah ia menggunakan ladder line , Steve makin penasaran. Ia kemudian mencoba memancar di 80 meterband yg selama ini tidak pernah dilakukannya karena sistem antenna & coaxnya yang tidak mampu ( antenna 40 meterbandnya akan non resonant pada 80 meter ). Ternyata lagi2 ia terkejut ( mungkin lebih tepat bahasa jawa “Kecele” ) karena –lagi2- tunernya dengan “gerakan singkat” dan ringan langsung “in” dan lagi2 SWR menunjukkan 1 : 1.

Ia terus mencoba dan mengulang-ulang band demi band , bahkan sampai ke 160 meter. Pada 160 meterlah baru tunernya mulai kesulitan “menjembatani” pemakaian antenna dan ladder line tsb.

Yang paling membuatnya terheran heran adalah peningkatan terbesar dari pancarannya ( berdasar signal report dari lawannya ) justru terjadi dimana SWR nya terbaca paling tinggi !!

{ makanya saya sering mengingatkan …. “jangan terlalu terbuai ( alias “mendewakan” ) SWR rendah !! SWR rendah sering menipu kita !!” }. Lebih baik kita selalu lebih berfokus untuk makin menekan losses daripada “hanya” mengejar angka SWR yang kadang2 “palsu”.

Silahkan membaca kisah diatas lebih lengkap di

http://www.w6ier.org/images/The%20Lure%20of%20Ladder%20Line.pdf

Catatan : Pada kisah diatas , pengalamannya sedikit berbeda dengan saran2 yg pernah saya tulis. Pada cerita diatas ladder ternyata tetap aman2 saja melewati talang , atap , cerobong dan jendela dgn bingkai logam. Itu karena penampang laddernya cukup kecil ( dibanding luasan benda2 yg dilaluinya ) sehingga kedua konduktornya relative masih “memiliki kesempatan yg sama” untuk berdekatan sama dekatnya dgn bidang struktur lain yg dilalui. Balancingnya ( = nilai2 reactancenya ) tidak sampai terganggu. Bisa berbeda jika laddernya jenis open wire yg besar sehingga ketika 1 sisi berada didekat ( misalnya ) tembok , sisi lainnya bisa berjauhan sehingga kapasitansinya jadi pncang dsb.

Singkat kata , segala usaha harus kita pertimbangkan untuk menjaga agar kondidi balance dari kabel tidak terganggu. Jika perlu , kabel bisa agak dipelintir dsb. Station2 radio pengguna ladder line dan open wire memang umumnya mereka yang punya lahan / lapangan cukup luas. Jika sempit . ladder tetap bisa digunakan asal perhatikan syarat2 nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Propagasi hari ini