MENU

Minggu, 24 Februari 2013

TIPS : PERSYARATAN PENGGUNAAN LADDER LINE





TIPS : PERSYARATAN PENGGUNAAN LADDER LINE
 By : Djoko Haryono 


1. Perhatikan ( pelajari ) sejumlah trik/tips mengenai cara penggunaan ladder line seperti yang sudah pernah saya tulis beberapa bulan lalu ( yang membahas kabel parallel “twinlead” )
Dibawah ini akan saya tuliskan tambahan tips yang belum pernah saya tulis dalam tulisan tersebut.

2. Sekali lagi, ladder line adalah jenis kabel saluran transmisi untuk menyalurkan gelombang radio dari TX menuju antenna , yang merupakan kabel dengan 2 konduktor parallel. Ladder line adalah saluran yang bagus , lebih bagus dari coax karena lossesnya yang luar biasa rendah ( meskipun pada SWR tinggi ) selama dipasang secara benar.

3. Ladder line hanya cocok ( = harus dihubungkan ) ke antenna yang balance yaitu ukuran & panjang kedua sisi antenna tsb. sama semisal Dipole/doublet , Folded dipole , Inverted vee , Quad , loop , dsb.

4. Jangan digunakan pada antenna long wire , vertical dan antenna unbalance lainnya.

5. Kondisi saluran sendiri juga harus dijaga agar tetap balance.

6. Persepsi bahwa Ladder line buruk karena sangat “radiated” / memancarkan “bocoran/splatter/RFI/TVI” adalah persepsi yang keliru.
Kondisi itu sering terjadi hanya karena kesalahan pemahaman dimana ladder line digunakan pada antenna yg tidak balance dan atau cara pemasangannya yang salah yang menyebabkan terjadinya kondisi unbalance.

7. JANGAN MENGGUNAKAN menggunakan ladder line YANG PANJANGNYA MERUPAKAN KELIPATAN ½ LAMBDA PADA SETIAP BAND ( ATAU FREKUENSI YANG DIGUNAKAN ).

Contoh : Ladder line dengan panjang 14,3 meter atau 28,6 meter adalah salah satu contoh ukuran panjang yang netral ( aman ) bagi semua band amatir radio.

Ladder line yg memiliki panjang resonance ( jika panjangnya merupakan kelipatan ½ lambda dari frekuensi kerja ) maka ia akan memiliki sifat seperti sifatnya braid ( outer conductor / shield ) coax , yang bisa “menangkap” / terinduksi RF yang dipancarkan antenna , dan menyalurkannya kembali kearah TX.

Aliran arus RF yang “turun kembali melalui braid” itu kita kenal sebagai COMMON MODE CURRENT. Namun common mode current tsb. yang muncul pada braid coax tidak terpancar kembali sebagai RF ( gangguan ) karena braid coax selalu digrounding. Common mode current itu juga muncul / terjadi pada ladder line jika ladder line dalam kondisi resonance. Namun karena ladder line tidak di ground , maka jika sampai muncul common mode current , ia akan terpancar sebagai RF.

Jadi cukup jelas disini bahwa HANYA DENGAN MEMAHAMI & MENGANTISIPASI SUMBER PENYEBAB YG BISA MENIMBULKAN PANCARAN RF DARI LADDER LINE ( yaitu jika persyaratan BALANCE NYA TERGANGGU dan atau PANJANG KABELNYA MERUPAKAN PANJANG RESONANSI dai frekuensi yg. digunakan , MAKA SEBENARNYA MUDAH SAJA MENCEGAH ATAU MENGHILANGKAN “SPLETERAN” SEMACAM ITU.
8. Hindari ladder line “merambat” mengikuti atau menempel pada logam terlalu panjang. Jadi bukan sama sekali tidak boleh mendekati logam. Kalau terpaksa merambat mengikuti jalur logam ( tower, tiang besi , talang , pagar besi dsb ) cara terbaik adalah menggunakan standoff yaitu plastic pemegang ladder agar letaknya agak menjauh dari logam tersebut.

Secara umum jarak aman jika berada didekat logam adalah 2 X lipat dari ukuran lebar ( lebar antar konduktor ) ladder tersebut atau lebih. Menempel langsung pada logam juga aman asal bagian pendek ladder saja ( jangan terlalu panjang bagian yg merambat di logam kecuali dipisahkan oleh standoff ). Memotong melintasi logam boleh saja tapi usahakan membentuk sudut tegak loros terhadap bidang logam tersebut.

9. Jika ladder line harus sampai masuk ke ruang radio / ham shack , pasangkan keping plastik penahan air hujan ( agar tidak mengalir masuk ruangan mengikuti kabel ) atau menggunakan teknik penahan air lainnya.

10. Penangkal petir khusus untuk kabel coaxial tidak cocok untuk digunakan pada ladder line. Untuk ladder line penangkal petirnya ( jembatan pelompat api ) harus dibuat sendiri dalam model yang balance juga ( = masing2 konduktor memerlukan 1 arcing gap masing2 antar terminal konduktor dengan grounding untuk ).

11. Agar ladder line tidak terombang ambing / berayun terlalu keras disaat angin kencang , buatlat plintiran/pelintiran sepanjang kabel . Satu plintiran untuk setiap kira2 60 cm sudah cukup ( plintiran juga meningkatkan kestabilan sifat balancenya ketika kabel berada didekat pohon , bangunan dsb ). Plintiran itu akan membuat kabel lebih tahan terhadap osilasi akibat angin.

12. Pada ujung ladder line buatlah solderan yang baik ke terminal. Agar solderan itu tidak mudah putus maka bagian ujung kabel tsb. tidak boleh tergantung bebas dan bergerak2 jika ada angin. Pegang ( sekitar 10 sampai 20 cm ) ujung ladder dengan pemegang non logam.

Itulah beberapa tambahan tips tentang cara menggunakan ladder line. Tentu saja yang dimaksud ladder line disini adalah twinlead yang berbentuk window ( sebab saluran transmisi parallel lain model open wire terkadang juga disebut ladder line. Namun untuk open wire juga bisa dipasang dengan memperhatikan metode yang sama ).

DEMIKIANLAH , JIKA ANDA MENGOPERASIKAN ANTENNA DIPOLE ( ATAU ANTENNA BALANCE LAINNYA ) DAN BEKERJA MULTIBAND , MENGGUNAKAN LADDER LINE AKAN JAUH LEBIH MENGUNTUNGKAN DIBANDING MENGGUNAKAN KABEL COAXIAL.

LADDER LINE SERING MASIH MAMPU MENYALURKAN POWER TINGGI MESKIPUN FREKUENSI KERJA SUDAH DILUAR FREKUENSI RESONANSI YANG DIRANCANG. COAXIAL TIDAK MAMPU DIPAKAI PADA KONDISI NON-RESONANCE ( JIKA COAX DIPAKAI PADA FREKUENSI NON-RESONANCE , MESKIPUN DIGUNAKAN ANTENNA TUNER , TANPA DISADARI , SEBAGIAN BESAR POWER , -BISA SAMPAI 90%- AKAN HILANG DI COAX ).

PADA SWR TINGGI , LADDER LINE JUGA TETAP MENYALURKAN SEBAGIAN BESAR POWER ANDA KE ANTENNA.

Djoko H.

SAYA “DIKERJAIN” OLEH LADDER LINE ( sebuah kisah Steve Ford tentang “betapa buruknya” kabel coax )





SAYA “DIKERJAIN” OLEH LADDER LINE ( sebuah kisah Steve Ford tentang “betapa buruknya” kabel coax )
By : Djoko Haryono

 
Saya pernah menulis di group ini bahwa “Kabel coaxial adalah kabel terbaik sekaligus terburuk didunia”. Terbaik karena paling banayk digunakan orang dibumi ini. Paling praktis karena mudah dipasang tanpa perlu banyak “berpikir”. Terburuk karena coax memiliki rugi2/losses yang sangat besar. Coax dgn. losses terendah yang ada dipasaran , ternyata masih termasuk tinggi.

Nah , ketika tadi saya membaca comment rekan Obin Suparno bahwa “Ladder line memiliki kelemahan , yaitu menimbulkan ‘spleteran’/splatter yang sangat besar” , saya tahu ada something wrong , dan saya mendadak ingat pada kisah semacam yang dialami Steve Ford , WB8IMY ( dan juga persepsi keliru yang pernah dialami oleh banyak ham lainnya ). Steve juga pernah “menolak” menggunakan ladder line karena mitos “splateran besar” itu.

Pada link dibawah nanti anda bisa membaca sebuah cerita berjudul “The lure of ladder line” yang terjemahannya adalah :

1. “Digoda” oleh ladder line ( terjemahan secara letterlijk ).
2. “ DIKERJAIN OLEH LADDER LINE” ( terjemahan bebas yg. lebih tepat ).

Ceritanya tentang pengalaman Steve Ford , WB6IMY yg. merasa terbentur pada beberapa pilihan antenna karena lahan dibelakang tempat tinggalnya yg sempit sehingga sulit untuk mendapatkan pancaran radio/TX ( yang digunakannya pada band 40 s/d 10 meter ) nya secara baik karena keterbatasan antenna itu.

Setelah bertemu Dean Straw , D6BV yang lebih senior, dia disarankan untuk meninggalkan coaxial dan menggantinya dengan ladder line. “Oh, tidak !! , saya sudah tahu bahwa ladder line itu memancarkan radiasi ( spleteran ) yang sangat besar !”.Steve menyanggah dan mengatakan bahwa coaxnya memiliki losses yg hanya 1,5 dB per 100 ft pada 100 MHz , padahal kabelnya hanya 50 ft dan ia bekerja “hanya sampai: 29,60 MHz saja.

Tapi dengan sabar Dean menunjukkan dasar2 perhitungannya dan menjelaskan untuk membuktikan bahwa itu tidak benar , dan bahwa justru rugi2 yang didapatkan dari kabel coax lah yang jauh lebih merugikan / besar dibanding saluran ladder”.

Steve yang tadinya menganggap losses coax yg dimilikinya sudah sangat rendah , terkejut ketika Dean menunjukkan bahwa dengan ladder line, Steve hanya akan mendapatkan losses sebesar max. 0,3 dB saja pada semua band . Steve kemudian mencoba menurut dan membeli ladder line 450 ohm sepanjang 30 meter, menghubungkan ujung atasnya ke terminal antenna dan ujung bawahnya ke terminal ( balance ) dari antenna tuner. Barulah pada sisi lain antenna tuner itu terhubung ke TX melalui “sepotong” kabel coaxial.
Ladder line itu mengikuti jalur lama bekas coax melewati samping cerobong , atap, talang , jendela dengan bingkai logam , menuju ruangan dimana TX berada. Ketika dicoba , Steve ter-heran2 saat mencoba semua band dari 40 meter sampai 10 meter, ternyata antenna tuner miliknya bekerja demikian enteng dan singkat ( cepat ) dan SWR meter langsung menunjukkan 1 : 1. Pada beberapa band bahkan pancarannya langsung diterima dan mendapat respons / kontak dari lawan dengan laporan bahwa signal strengthnya diterima sangat kuat.

Melihat demikian ringannya kerja tunernya disetiap band “menjembatani” mismatch yang ada setelah ia menggunakan ladder line , Steve makin penasaran. Ia kemudian mencoba memancar di 80 meterband yg selama ini tidak pernah dilakukannya karena sistem antenna & coaxnya yang tidak mampu ( antenna 40 meterbandnya akan non resonant pada 80 meter ). Ternyata lagi2 ia terkejut ( mungkin lebih tepat bahasa jawa “Kecele” ) karena –lagi2- tunernya dengan “gerakan singkat” dan ringan langsung “in” dan lagi2 SWR menunjukkan 1 : 1.

Ia terus mencoba dan mengulang-ulang band demi band , bahkan sampai ke 160 meter. Pada 160 meterlah baru tunernya mulai kesulitan “menjembatani” pemakaian antenna dan ladder line tsb.

Yang paling membuatnya terheran heran adalah peningkatan terbesar dari pancarannya ( berdasar signal report dari lawannya ) justru terjadi dimana SWR nya terbaca paling tinggi !!

{ makanya saya sering mengingatkan …. “jangan terlalu terbuai ( alias “mendewakan” ) SWR rendah !! SWR rendah sering menipu kita !!” }. Lebih baik kita selalu lebih berfokus untuk makin menekan losses daripada “hanya” mengejar angka SWR yang kadang2 “palsu”.

Silahkan membaca kisah diatas lebih lengkap di

http://www.w6ier.org/images/The%20Lure%20of%20Ladder%20Line.pdf

Catatan : Pada kisah diatas , pengalamannya sedikit berbeda dengan saran2 yg pernah saya tulis. Pada cerita diatas ladder ternyata tetap aman2 saja melewati talang , atap , cerobong dan jendela dgn bingkai logam. Itu karena penampang laddernya cukup kecil ( dibanding luasan benda2 yg dilaluinya ) sehingga kedua konduktornya relative masih “memiliki kesempatan yg sama” untuk berdekatan sama dekatnya dgn bidang struktur lain yg dilalui. Balancingnya ( = nilai2 reactancenya ) tidak sampai terganggu. Bisa berbeda jika laddernya jenis open wire yg besar sehingga ketika 1 sisi berada didekat ( misalnya ) tembok , sisi lainnya bisa berjauhan sehingga kapasitansinya jadi pncang dsb.

Singkat kata , segala usaha harus kita pertimbangkan untuk menjaga agar kondidi balance dari kabel tidak terganggu. Jika perlu , kabel bisa agak dipelintir dsb. Station2 radio pengguna ladder line dan open wire memang umumnya mereka yang punya lahan / lapangan cukup luas. Jika sempit . ladder tetap bisa digunakan asal perhatikan syarat2 nya.