Tampilkan postingan dengan label Coaxial Cable. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Coaxial Cable. Tampilkan semua postingan
Sabtu, 31 Januari 2015
RUMUS PANJANG UNTUK PANJANG KABEL DARI PEMANCAR KE SWR BAGAIMANA ?
Sumber artikel ini saya ambil dari postingannya Om Djoko Haryono di Facebook Group HOME BREW PROJECT ( CB RADIO, ANTENNA, SWR, AUDIO, MICROPHONE, BOOSTER, etc )
RUMUS PANJANG UNTUK PANJANG KABEL DARI PEMANCAR KE SWR BAGAIMANA ?
By : Djoko Haryono
Untuk menanggapi pertanyaan dari “Biru Hitam” yang ….. “Rumus untuk panjang kabel dari pemancar ke SWR bagaimana ?” saya tuliskan jawaban sesuai pemahaman saya sbb. :
01
Untuk sisi "antara TX & SWR meter" cukup pakai patokan kabel jumpernya "sependek mungkin" , itu aja ( tentunya pakai kabel yg baik , yang rendah lossesnya ).
Mau pakai patokan panjang "1/2 lambda efektif" juga boleh tapi kan nanti bisa tidak konsisten karena 1/2 lanbda efektif itu hanya layak dipakai pada frekuensi2 yg sangat tinggi di UHF saja ( kalau VHF secara fisik akan kepanjangan meski secara elektrik betul apalagi VHF "sisi bawah" seperti 50 MHz masak jumpernya perlu 3 meter. Belum lagi kalau patokan itu dipakai di HF misalnya 80 meterband kan kalau patokan itu dipakai , masak butuh kabel jumper yg panjangnya sekitar 35 meter ? ).
Lain soal kalau yang dibicarakan sisi lainnya ( yaitu antara antenna & SWR meter ) , masalahnya BISA SEDERHANA ( bagi yg sudah menguasai basicnya ) tapi JUGA BISA SANGAT KOMPLEKS ( perlu kecermatan ).
02
KALAU KABEL COAX YANG “DISISI LAIN YAITU SISI ANTENNA ( ALIAS COAX ANTARA TERMINAL ANTENNA & SWR METER ) , Ya ITULAH BAGIAN YANG LEBIH PERLU DIPERHATIKAN karena ADA BERBAGAI KEMUNGKINAN ATAU HASIL POSITIP MAUPUN AKIBAT NEGATIP ( realitas munculnya/terjadinya dampak negatip ini lebih sering tidak disadari para ham / praktisi. Ketika effisiensi system antennanya sedang anjlok / rendah , mereka sering tidak mengetahuinya dan tetap puas dengan transmisinya hanya karena mereka yakin bahwa SWR nya sudah 1 : 1 atau sedikit diatas itu. Masih banyak yang belum bisa membedakan antara penunjukan 1 : 1 yang asli dengan penunjukan nilai 1 : 1 yang palsu / semu yang disertai turunnya efisiensi ) YANG BISA MUNCUL TERJADI PADA SISI TERSEBUT.
Untuk selanjutnya , dibawah ini kita hanya membahas “Sisi antara Antenna dengan SWR meter” itu saja ( pada postingan ini saya tidak akan membahas secara lebih detil lagi kabel di “Sisi antara SWR meter dengan / dan TX” ).
03
KABEL COAX ANTARA SWR METER SAMPAI KE ANTENNA ( dengan asumsi SWR meternya diletakkan didalam ruang Tx / didekat Tx dan bukan melakukan pengukuran langsung pada terminal antenna ) – SELAMA TOTAL ATTENUATION / LOSSESNYA TETAP TERJAGA RENDAH – SEBETULNYA BISA / BOLEH MENGGUNAKAN PANJANG BEBAS ALIAS BERAPAPUN SECUKUPNYA SESUAI JARAK DARI ANTENNA SAMPAI KE SWR METER. Dengan kata lain , tidak perlu panjangnya harus “sekian lambda”, NAMUN KONDISI “PANJANG SEMBARANG / SEBARANG” SEMACAM INI IDEALNYA HANYA LAYAK DILAKUKAN JIKA :
03-A
Si praktisi / ham nya sudah cukup memahami PENGETAHUAN DASAR KABEL TRANSMISI / COAX ( distribusi arus dan tegangan , impedansi , transformasi impedansi , losses dsb ) & MATCHING , DENGAN CUKUP BAIK.
KALAU PENGETAHUAN DASAR ITU CUKUP DIKUASAI , maka seorang praktisi akan menjadi semakin waspada. Ia akan bisa lebih cepat “mencurigai” dan atau menemukan / membedakan apakah sebuah penunjukan SWR meter ( sedang ) benar2 menunjukkan nilai SWR sesungguhnya yang ada “di antenna” ataukah ia ( sedang ) menunjukan nilai SWR yang “salah” karena munculnya transformasi impedansi akibat kondisi antenna yang ( masih ) reactive & pengaruh panjang kabel.
03-B
Praktisi / ham bersangkutan sudah tahu persis KONDISI KABEL coax yang baru saja / telah dipasangnya :
03-B-1
Tahu berapa tepatnya panjang kabelnya ( berapa meter lebih berapa cm ) “mulai dari ujung connector ke ujung lain connectornya ). Mengetahui secara tepat panjang kabel transmisi sebelum dipasang adalah sebuah kebiasaan yang baik.
03-B-2
Mengenal karakteristik kabel yang digunakan ( selain merk/typenya , juga yang terpenting VELOCITY FACTORnya serta ATTENUATIONnya secara spesifik pada / disekitar frekuensi kerja tertentu yang akan dipakai ).
03-B-3
Dengan sebelumnya ( sebelum beroperasi ) si praktisi sudah mengetahui kedua hal diatas ( terutama 03-B-1 ) maka meskipun “sekarang” ia belum menguasai tentang “manfaat / keuntungan apa yg bisa didapat dari memiliki catatan panjang & spec. kabel” itu , tetapi KAPANPUN ( dikemudian hari ) nanti ia sudah semakin mengenal manfaatnya memiliki data tersebut , ia AKAN MENJADI LEBIH MUDAH UNTUK MELAKUKAN KOREKSI ATAU PERHITUNGAN ULANG MEMPERBAIKI / MENINGKATKAN EFISIENSI DARI SISTEMNYA TANPA PERLU HARUS “BARU MENGUKUR” KABELNYA DENGAN ME-MANJAT2 TOWER/TIANG YANG ITU AKAN SULIT KARENA ADANYA BELOKAN2 / TEKUKAN PADA JALUR KABELNYA DSB., ATAU MENURUNKAN KABELNYA UNTUK MENGUKURNYA.
03-C
Orang tertentu lainnya yang juga ( lebih ) memiliki kekebasan untuk memilih “berapapun panjang coaxnya” adalah mereka yang sedikit banyak ( sudah ) menguasai cara penggunaan Smith Chart untuk “melakukan matching” dan atau “menelusuri impedansi sepanjang kabel”.
Demikianlah 3 kondisi yang akan mampu membuat seseorang akan bisa “mencurigai” , “menengarai” dan bahkan “menemukan / memastikan” APAKAH ANGKA / NILAI YANG DITUNJUKKAN SWR METERNYA ‘KALI INI’ MASUK AKAL ATAU TIDAK. Masih banyak amatir radio yang mengalami “penunjukan SWR meternya membaik / semakin rendah” tetapi tidak sadar atau tidak tahu bahwa ternyata ( terkadang ) pancarannya justru makin melemah yang itu terjadi disaat SWR meter sedang “nakal” menunjukkan nilai yang salah.
Tetapi bagi mereka yang sudah bisa menggunakan Smith Chart dan “mampu menyebutkan dengan persis / tepat berapa panjang fisik kabelnya” , maka ia akan bisa cepat membedakan apakah meternya “sedang jujur” ataukah sedang “berbohong”, sehingga jika diperlukan , ia bisa segera melakukan tindakan koreksi.
04
Dengan mengetahui / mengenali :
a. PANJANG FISIK kabel ( misalnya …. Sekian meter lebih sekian cm ).
b. Frekuensi kerja ( MHz )
c. Velocity Factor kabel.
Maka ham / amatir radio tsb. akan bisa mengetahui “berapa lambda / wavelength” PANJANG ELEKTRIK kabel tersebut.
Dan dengan mengetahui berapa PANJANG ELEKTRIK / EFEKTIF nya , maka MESKIPUN IA ( setelah melakukan pengukuran diujung bawah kabel coax utamanya yang ujung atasnya terhubung ke antenna , misalnya menggunakan Antenna Analyzer ) HANYA MENGETAHUI NILAI IMPEDANSI YANG TERBACA DIUJUNG BAWAH COAX ( misalnya 32 + j 15.5 ohm atau 41 – j 22.1 ohm dsb. ) , MAKA JIKA IA MAMPU MENGGUNAKAN SMITH CHAR , IA AKAN TAHU ( BISA MENGHITUNG ) BERAPAKAH “IMPEDANSI SESUNGGUHNYA DIATAS SANA” ALIAS IMPEDANSI REAL PADA ANTENNA.
05
Dengan menemukan berapa sebenarnya impedansi di antenna , ia akhirnya akan bisa mengetahui BERAPAKAH NILAI SWR YANG SEBENARNYA ( yang ada di antenna diatas tower sana , dan BUKAN sekedar nilai SWR –atau impedansi- yang muncul diujung bawah coax yang kadang benar tapi juga kadang bisa salah ).
06
Jadi , sebaiknya BIASAKANLAH utuk tidak hanya mengetahui merk , attenuation dari Coax anda ( dan juga frekuensi kerja anda ) tetapi juga kenali berapa PANJANG FISIK coax anda ( yang itu akan membuat anda/kita tahu panjang “wavelength / lambda”nya sebagai BEKAL UTAMA dalam membuat coretan2 perhitungan diatas Smith Chart.
Sebetulnya Smith Chart memberikan banyak kemudahan kepada kita. Salah satu contohnya adalah :
Misalnya kabel coax kita panjangnya 14,15 lambda ( wavelength ) , maka ketika kita menggunakan Smith Chart , untuk melakukan perhitungan , KITA TIDAK PERLU MENGHITUNG “SATU PERSATU” ALIAS “LAMBDA PER LAMBDA” , atau dengan kata lain …….. KITA TIDAK PERLU MENGHITUNG SEPANJANG ( maksudnya dalam bergerak melingkari tabel Smith ketika menghitung ) 14.15 lambda !!
Ya , KITA TIDAK PERLU BER-PUTAR2 PULUHAN KALI mengikuti “Lingkaran Impedansi” pada tabel. YANG PERLU KITA HITUNG HANYA “SISA”NYA SAJA ALIAS “ANGKA DIBELAKANG KOMA”NYA SAJA , dalam hal ini yang perlu kita hitung hanyalah bagian yang 0,15 lambda saja , sedangkan yang 14 lambda boleh kita “buang” atau abaikan saja.
Mengapa demikian ? Itu karena …. 1 putaran ( 360 derajat ) pada Smith Chart itu ( sudah ) merepresentasikan “JARAK ½ LAMBDA”. Jadi untuk menghitung bagian yang 14 lambda , kita tidak perlu pusing “berputar-putar” sampai 28 x ( = 28 x ½ lambda ) karena toh setiap jarak ½ lambda elektrik pada coax , kita akan bertemu lagi dengan kondisi yang sama dan selalu terulang.
BUKANKAH ITU MEMBUAT PEKERJAAN MENJADI LEBIH SEDERHANA ?
( Meski katakanlah misalnya –sekedar contoh- coax kita panjangnya 360,25 lambda , kita tidak perlu menghitung detil ( 720 x ) + ( 0,25 x ) tapi cukup menghitung pergeseren fase yang 0,25 alias ¼ lambda saja !!
07
Mungkin beberapa bagian tulisan diatas agak terlalu teknis atau membingungkan , baiklah , kalau begitu saya tulis pilihkan dibawah ini BAGIAN2 PENGETAHUAN PRAKTISNYA SAJA yang ( juga ) berkaitan dengan “Berapakah PANJANG IDEAL KABEL COAX DIANTARA ANTENNA DAN SWR METER ).
08
PADA KONDISI DIMANA SISTEM SUDAH MATCHING ATAU MENDEKATI MATCH ( dalam hal ini khususnya antara antenna & kabel transmisi ) , impedansi antenna sudah sesuai dan juga tidak reaktif lagi , -selama cable attenuation / losses bisa dijaga tidak tinggi- pada prinsipnya PANJANG KABEL ADALAH BEBAS ( BOLEH BERAPAPUN DAN TIDAK ADA KEHARUSAN HARUS MERUPAKAN KELIPATAN “SEKIAN LAMBDA” ).
Pada kondisi ini , arus dan tegangan akan terdistribusikan secara merata sepanjang kabel.
09
NAMUN JIKA KONDISI BEBAN ( ANTENNA ) MASIH REACTIVE – ini yang perlu lebih kita waspadai- SISTEM MENJADI LEBIH SENSITIF. Makin besar reactancenya / makin besar unmatchnya , makin sensitif.
PADA KONDISI INI , PANJANG COAX AKAN SANGAT MEMPENGARUHI BAGAIMANA SWR METER AKAN BERSIKAP/MERESPONS. Perubahan nilai impedansi ( diujung bawah coax yg terhubung ke SWR meter diruang TX ) terjadi sehingga impedansi disitu tidak lagi sama dengan realnya / di antenna. DISINILAH NILAI PENUNJUKAN SWR METER AKAN “PALSU” DAN MENIPU KITA ( KETIKA SWR MENUNJUK RENDAH , NILAI SEBENARNYA –YANG TIDAK TERBACA- ADALAH TINGGI.
CIRI2 APA YANG MUNCUL DAN MUDAH KITA TANDAI KETIKA INI TERJADI ? Pada kondisi ini , PANJANG KABEL COAX TIDAK LAGI “BISA BEBAS / SEMBARANG”. ARTINYA , SETIAP KALI PANJANGNYA KITA RUBAH ( MISALNYA COAX KITA PRUNING / TRIM DENGAN MEMOTONGNYA SEIKIT DEMI SEDIKIT , MAKA PENUNJUKAN SWR METERNYA JUGA BER-UBAH2 NAIK ATAU TURUN TERUS , TERGANTUNG DARI PANJANG COAXNYA.
10.
Karena siklus distribusi arus/ tegangan / impedansi gelombang radio selalu berulang setiap ½ lambda , MAKA UNTUK MENGHINDARI TERJADINYA “PENUNJUKAN SALAH DARI SWR METER” , KITA BISA MENGGUNAKAN KABEL COAXIAL YANG PANJANGNYA KITA BUAT AGAR MERUPAKAN “KELIPATAN ½ LAMBDA ELEKTRIK/EFEKTIF DARI FREKUENSI YANG DIGUNAKAN’. Dengan cara ini kita bisa menjamin bahwa nilai yang ditunjukkan oleh SWR meter adalah sama dengan nilai / kondisi sebenarnya yang ada di antenna diatas sana.
Namun metode ini paling ideal jika digunakan hanya pada station radio yang bekerja pada frekuensi tunggal ( atau tidak tunggal namun bandwidth nya tidak terlalu lebar )
Untuk bandwidth2 yang lebar ( atau multiband ) maka pemahaman pada fungsi dan penggunaan Smith Chart yang baik ( serta dasar2 dari pengetahuan seputar Saluran Transmisi & Matching ) akan lebih dibutuhkan.
KETERANGAN PENUTUP
Pada seluruh bagian dari tulisan ini , saya menggunakan asumsi bahwa SWR meter dipasang didalam ruangan TX ( ham shack ) , MESKIPUN BANYAK TULISAN SAYA LAINNYA YANG MENJELASKAN BAHWA PEMBACAAN SWR METER YANG PALING AKURAT ADALAH APABILA METER DIPASANG LANGSUNG TERHUBUNG KE TERMINAL ANTENNA ( = SEDEKAT MUNGKIN KE ANTENNA ). Asumsi bahwa SWR meter disini dipasang mengikuti cara yg paling populer/praktis yaitu didekat TX adalah se-mata2 UNTUK MENGAITKANNYA DENGAN PERTANYAAN YANG DIAJUKAN yang juga menggunakan asumsi meter dipasang “dibawah” dekat TX.
Kali ini saya tidak membahas detil tentang “Pengukuran yang sedekat mungkin dengan antenna tsb”.
http://world-electricity.blogspot.com/…/antenna-tuner-serie…
Jumat, 30 Januari 2015
MATCHING DEVICE ¼ LAMBDA , PANJANGNYA TIDAK SELALU HARUS ¼ LAMBDA.
Sumber artikel ini saya ambil dari postingannya Om Djoko Haryono di Facebook Group HOME BREW PROJECT ( CB RADIO, ANTENNA, SWR, AUDIO, MICROPHONE, BOOSTER, etc )
MATCHING DEVICE ¼ LAMBDA , PANJANGNYA
TIDAK SELALU HARUS ¼ LAMBDA.
By : Djoko Haryono
“Peralatan matching ¼ lambda” ( quarter wave matching device ) dengan bermacam versi bentuknya , apakah yang dibuat dari sepotong kabel coax ¼ lambda , atau dari bahan pipa kaku sebagai outer/selongsongnya , atau berupa power divider pipa segi 4 , adalah impedance transformer atau peralatan matching yang sangat populer karena sederhana dan mudah dibuat.
Peralatan matching ¼ lambda pertama kali diperkenalkan oleh seorang ham / amatir radio FRANK REGIER ( Callsign OD5CG ) dalam publikasi pertamanya di tahun 1970 dalam buku ARRL Antenna.
Meski kebanyakan ( atau “hampir semua” ) matching transformer ( yang impedansinya bisa juga dihitung agar berfungsi sebagai divider / combiner ) dibuat dengan ukuran panjang ¼ lambda , tetapi TAHUKAH ANDA BAHWA PERALATAN MATCHING ¼ LAMBDA ITU PANJANGNYA TIDAK HARUS ¼ LAMBDA ?
Penjelasannya begini :
01
Peralatan tsb. sebagian besar / kebanyakan dibuat dengan panjang ( dalam sistem pecahan ) ¼ lambda alias ( dalam sistem decimal ) 0.25 lambda , atau bisa juga kita sebut ( dalam sudut siklus gelombang radio ) panjangnya 90 derajat.
Ukuran panjang ¼ lambda itu sebetulnya hanyalah ukuran paling praktis atau ukuran “rata-rata”dimana pada jarak atau panjang tersebut akan muncul dan terjadi efek transformasi impedansi pada kabel saluran transmisi.
Dengan kata lain , kalau kita membuat / memotong panjang coaxnya ( atau pipa jika transformernya dibuat dari pipa ) LANGSUNG TEPAT ¼ LAMBDA , maka umumnya alat tsb. juga ( sudah / akan ) LANGSUNG BISA BEKERJA DENGAN CUKUP BAIK. Kalaupun ada kekurang cocokan , misalnya impedansi yang dihasilkan belum benar2 menghasilkan perfect match , ataupun misalnya panjang alat tsb. –supaya menghasilkan matching sempurna 100% - ternyata seharusnya tidak tepat ¼ lambda , ternyata ( kalau memang terjadi / ada ) kemelesetan itu umumnya masih bisa ditoleransi dan hasil dari pemasangan matching device ¼ lamda itu seringkali sudah bisa kita anggap sebagai SUDAH MATCH atau SUDAH CUKUP MATCH.
02
Namun tidak semua ham selalu membuat matching device yang panjangnya tepat ¼ lambda ketika ia merasa perlu membuat device ¼ lambda.
Sebagian ham ( yang sudah semakin mendalami pengetahuan tentang antenna & saluran transmisi , dan umumnya adalah para ham senior yang cermat banyak mempelajari masalah gelombang dengan lebih detil ) terkadang SENGAJA MEMBUAT MATCHING DEVICE 1/4 LAMBDA ( = 0.25 LAMBDA ) YANG PANJANGNYA TIDAK 0.25 LAMBDA , tetapi mungkin sengaja dibuat 0.27 lambda , atau 0.29 lambda , 0.32 lambda , 0.22 lambda , 0.21 lambda dsb.
Pada kasus2 tertentu , angka2 ukuran panjang yang BUKAN ¼ LAMBDA itu , setelah didahului dengan perhitungan2 yang lebih cermat , justru mereka temukan SEBAGAI UKURAN PANJANG YANG LEBIH TEPAT ( DIBANDINGKAN DENGAN ¼ LAMBDA ) YANG MENGHASILKAN IMPEDANSI YANG LEBIH “PERSIS”/MATCH DARIPADA JIKA MENGGUNAKAN ¼ LAMBDA.
03
Mengapa ukuran panjang yang “tidak persis” ¼ lambda itu seringkali / terkadang lebih baik dibanding dengan kalau ¼ lambda ? HAL ITU KARENA PANJANG TERTENTU PADA COAXIAL ( ATAU JARAK TERTENTU DALAM “LAMBDA” MAUPUN DALAM SUDUT ) MEMILIKI PENGARUH DAN ADA HUBUNGANNYA DENGAN TRANSFORMASI IMPEDANSI.
Sehingga , jika ketika kita sedang mendesign matching transformer ternyata impedansi yang “dihasilkan” sedikit meleset dan tidak tepat memenuhi besaran impedansi yang kita harapkan , SEBENARNYA SOLUSINYA SEDERHANA SAJA , YAITU YANG KITA BUTUHKAN HANYALAH SEKEDAR “MENGGESER” ALIAS MERUBAH PANJANG COAX ATAU MATCHING DEVISE , KEARAH UKURAN PANJANG “DIMANA IMPEDANSI YANG KITA INGINKAN ITU BERADA”.
Tentu saja perubahan panjang coax / device itu bisa menjadi “lebih panjang” dari ¼ lambda , ataupun menjadi “kurang / lebih pendek” dari ¼ lambda , SEMUANYA TERGANTUNG APAKAH POSISI PERTAMA KITA TADI KURANG INDUKTIF ATAUKAH KURANG KAPASITIF.
Kalau arah kita “menggeser” tsb. keliru , tentu saja hasilnya akan makin buruk ( makin menjauh dari perfect match ) , tapi kalau arahnya benar , kita akan mendapatkan kondisi matching yg lebih baik daripada ¼ lambda.
Para ham yang menggeluti komunikasi radio pantulan (permukaan ) bulan ( Moonbounce / Earth Moon Earth / EME communication ) maupun para teknisi radio yang sering mempraktekkan Conjugate Matching , sering membuat matching device yang PANJANGNYA TIDAK PERSIS ¼ LAMBDA.
Kita bisa merancang ( = menghitung ) matching device semacam itu dengan bantuan ( menggunakan ) Smith Chart.
Atau mempelajari pengetahuan basicnya dari berbagai referensi.
Karena saya bukan seorang ham senior , maka kalau ingin mengetahui dasar2 pengetahuannya , silahkan mempelajarinya sendiri dari salah satu referensi yang saya pilihkan dibawah ini , yaitu apa yang ditulis oleh seorang ham yang sudah sangat dikenal didunia , W4RNL ( L.B. Cebik ) berikut ini.
Djoko Haryono / 19 Januari 2015
WHEN QUARTER WAVE IS NOT QUARTER WAVE
http://www.antennex.com/preview/New/quarter.htm
Minggu, 07 Desember 2014
AYO KITA LAWAN PENDAPAT KITA SENDIRI !
AYO KITA LAWAN PENDAPAT KITA SENDIRI !
By : Djoko Haryono
SARAN SAYA : Sebaiknya anda pisahkan dan “simpan baik2” tulisan ini ( minimal link / alamat situs yang saya sertakan ). Artikel atau referensi tersebut betul2 ….. padat pengetahuan meskipun banyak atau sebagian diantaranya sangat controversial dimata anda ……
Kalau hari ini anda belum membutuhkannya , suatu hari nanti mungkin anda malah men-cari2 “satu dua” potongan / sebagian isinya. Atau bagi mereka yang mungkin masih sangat kesulitan memahami bahasa Inggris ( atau mengerti Inggris tapi belum memahami Inggris teknik ) , tidak jadi masalah !
Tidak ada salahnya mereka tetap menyimpan saja file ini. Suatu saat nanti pemahaman bahasa Inggris mereka akan membaik dan itulah tiba saatnya mereka akan menikmati isi dari referensi terlampir.
SEBUAH CARA PANDANG ATAU PEMAHAMAN YANG SALAH , JIKA SULIT DIARAHKAN LAGI KARENA TERUS MAKIN BANYAKNYA YANG MEMPERCAYAINYA , AKHIRNYA AKAN BERUBAH MENJADI COMMON SENSE DIMANA HAMPIR SEMUA / KEBANYAKAN ORANG MENGANGGAPNYA SEBAGAI SEBUAH KEBENARAN , SEMACAM KESALAHAN MASSAL ( RAMAI2 KELIRU ).
Untuk maju , terkadang kita perlu memiliki keberanian untuk membongkar dan “meng-obrak abrik” sendiri ( untuk diluruskan dan ditata ulang kembali ) sebuah keyakinan yang sudah lama kita pegang.
Masih luar biasa besar prosentage orang radio yang percaya bahwa Reflected Power yang besar ( dan mereka tidak memasang ATU/tuner pada sistemnya ) akan merambat kembali kearah TX lalu masuk ke Rangkaian Final dan akan berakhir dengan “menjebolkan” ( merusak ) Final. Demikian banyak mereka yang tetap memelihara mitos tersebut dikepalanya.
Sangat kecil prosentagenya mereka yang tahu bahwa sebetulnya reflected power samasekali tidak memiliki kemampuan untuk menyerang masuk kedalam final. Masih terlalu sedikit yang paham bahwa “yang dilakukan oleh reflected power” itu adalah menimbulkan transformasi impedansi , menyebabkan rangkaian resonansi di final mengalami kondisi “de-tune” / out of tune. Situasi baru yang de-tune itu berakibat melonjak naiknya sampai tinggi arus di final melebihi kemampuan ( spec / rating ) komponen yang dipakai ( kita tahu , pada kondisi “tuned-in” arus akan minimal ).
Lonjakan arus yang sangat besar itulah sebetulnya yang menjebolkan TX kita jika reflected power besar.
Juga kenyataan diseputar kita tentang betapa kuatnya kepercayaan bahwa Antenna Tuner / ATU akan memperbaiki kondisi antenna yang semula tidak matching menjadi matching. Mitos itu masih demikian kuatnya menjangkiti kalangan yang cukup luas.
Ada yang sudah memahami apa yang sebenarnya terjadi , tetapi prosentagenya –lagi2- selalu jauh lebih kecil dibanding yang salah memahami.
Dalam link referensi terlampir , penjelasan tentang hal tsb. tidaklah cukup detail , namun itu sudah bisa semakin menegaskan penjelasan saya seputar hal yang sana , yang sudah sering saya tulis.
Dari sanalah pandangan kita akan diluruskan kembali untuk memahami bahwa antenna tuner ( yang kebanyakan dipasang dalam ham shack tidak jauh dari TX / Transceiver ) hanyalah mampu menjodohkan / matching kondisi unmatch ditempat itu saya ( diantara 2 titik “dari TX” dan “ujung bawah coax”.
Bagaimana pemasangan ATU “dibawah” itu bisa dipercaya akan mampu memperbaiki ketidak jodohan beban / antenna yang sebetulnya letaknya berada jauh diatas tiang / tower sana , yang sama sekali tidak kita kutak kutik lagi ?
( adalah sebuah kenyataan bahwa sangat sedikit ham didunia yang benar2 menaruh pasangkan automatic tunernya didekat antenna diatas sana agar tuner tsb. benar2 bekerja menetralisir reactance antennanya dan bukan sekedar “coaxnya” ).
Dalam lain hal , masih banyak praktisi yang terus berusaha “mengejar” agar antenna sederhananya ( dipole atau ground plane dan semacamnya ) bisa mencapai SWR 1 : 1
Dalam referensi disini akan dijelaskan mengapa hal semacam itu sebenarnya tidak bermanfaat ( sesuatu yang tidak perlu ).
Disini kita juga tidak hanya akan belajar mengenal apa itu FORWARD POWER dan REFLECTED POWER saja , melainkan juga kita bisa mencoba memahami apa itu RE-REFLECTED POWER. Semuanya dengan penjelasan yang rinci dan step by step.
Referensi tsb. akan lebih sulit dipahami jika dibaca secara beruntun / berantai ( dan atau cepat ). Kita perlu menggunakan teknik membaca dan berusaha memahaminya HANYA DENGAN CARA PELAN2 , SEDIKIT DEMI SEDIKIT DAN BERTAHAP. Jika mulai bingung , berhentilah membacanya dan santaikan diri. Kalau perlu kita bisa melanjutkan membaca dan memahami kelanjutannya esok hari lagi.
Anda tidak perlu jengkel atau uring2 an jika nanti mendapati satu dua atau bisa juga banyak bagian penjelasan yang controversial atau bertentangan 180 derajat dengan apa yang anda pahami sebelumnya.
Maaf , saya sendiri tidak ingin ( atau tidak merasa perlu untuk ) memberikan jaminan atau klaim dukungan yang mengatakan bahwa apa yang ada dalam artikel tersebut 100 % benar. Tidak !! saya tidak memberikan jaminan apapun karena sebetulnya sayapun sama seperti anda semua. Saya juga masih dalam tahap belajar !!
Kalau anda teliti , didalam tulisan tsb. akan anda temukan adanya berpuluh-puluh patokan / pedoman yang bisa “berdiri sendiri2” tetapi jumlah pesan2 itu bisa terkesan hanya sedikit karena yang berpuluh puluh itu dirangkai menyatu menjadi sebuah penjelasan2 panjang.
Selamat melawan pandangan ( cara pandang ) kita sendiri.
Sayapun melakukan hal yang sama. Saya juga ikut meng-obrak abrik diri saya sendiri.
http://www.hamuniverse.com/wc7iswr.html
OK TNX ALL 73 ES HPE CUAGN
( EX YC2BCG )
CL
VELOCITY FACTOR
VELOCITY FACTOR
By : Djoko Haryono
Velocity Factor dari ( dielektrik
) udara adalah 0.99971 , tetapi saya tidak / belum memiliki referensi tentang (
rumus ) untuk mengetahui seberapa perubahannya jika kelembaban , tekanan dan
tingkat pencemaran berubah. Yanag ada hanya referensi bahwa itu
semua ada pengaruhnya.
Saya sendiri terbiasa menggunakan “range” antara 0.90 – 0.99
( sebagai “titik terendah” / 0.9 umumnya saya pergunakan pada open wire line ).
Selain hal hal diatas , maka konstruksi dan “jumlah luasan” bahan spacer yang saya pakai kalau saya membuat air spaced/dielectric matching transformer , divider / splitter maupun coaxial ( yang biasa saya buat dari tube ) juga selalu saya kaitkan dengan velocity factornya , tetapi karena saya selalu berusaha membuat konstruksi yang “stabil” ( secara fisik ) meskipun jumlah spacernya selalu saya tekan agar “seminim mungkin” , maka saya selalu ( memberanikan diri ) memilih menggunakan angka2 tinggi diantara range tsb.
Sekali lagi , kuncinya adalah “meminimalisir jumlah/luasan spacer” ( dan tentu saja memilih bahan dielectric yang setinggi mungkin ( kualitasnya ) sesuai kemampuan kita.
Ada beberapa teknik untuk “meminimalisir” spacer tsb. yang mungkin lain kali bisa saya tuliskan ( salah satu contoh saja , misalnya untuk sebuah outer berbentuk pipa / tube , spacernya tidak harus “seluas” bentuk lingkaran sebesar OD nya , tapi bisa kita “per-kurus” sekurus mungkin –untuk memperluas bagian / porsi udaranya- dengan catatan tingkat kekurusan itu harus dalam batas mampu menjamin kestabilan mekanisnya ).
Untuk transformer ¼ lambda ( VHF ) saya biasa menggunakan hanya 4 spacer ( max. 5 ) dan itupun sudah termasuk 2 diantaranya sekaligus sebagai “penutup” ujung2 pipa / tube , sedangkan untuk UHF saya hanya gunakan 2 saja.
VF = Vp / c
VF di line = VF=1/√€ dimana € = konstanta dielectric dari material isolator.
Contoh :
Teflon konstanta dielectricnya = 2.1
VF = VF=1/√€ = 1/ 1.45 = 0.69
Jadi kecepatan rambat gelombang di coax dgn dielectric Teflon = 0.69 X kecepatan sinar atau 0.69 X 300.000.000 = 207.000.000 m/detik ( 128.616 mi/s )
Jika lossless line ( zero resistance ) yang dijadikan asumsi , velocity propagasi bisa dihitung :
Vp = 1 / √LC ft/s
Dimana pada perhitungan panjang dari line , satuan yang digunakan harus sama. Jika pada L satuan panjang yang digunakan feet di C juga dalam feet , demikian juga kalau meter , harus meter semua.
Contoh :
Sebuah coax menggunakan bahan tertentu unuk dielectricnya. Impedansi karakteristiknya 50 ohm.
Capacitance 30 pF / ft
Inductance 0.075 μH / ft ( = 5 nH / ft )
Berapakah VF dari coax cable tsb ?
VF = 1 / √75 x 10-9 x 30 x 10-12
= 67 x 108 ft / s
atau 126.262 mi / s atau 204 x 106 m / s.
Jadi VF = Vp / Vc = 204 x 106 / 300 x 106 = 0.68
Saya sendiri terbiasa menggunakan “range” antara 0.90 – 0.99
( sebagai “titik terendah” / 0.9 umumnya saya pergunakan pada open wire line ).
Selain hal hal diatas , maka konstruksi dan “jumlah luasan” bahan spacer yang saya pakai kalau saya membuat air spaced/dielectric matching transformer , divider / splitter maupun coaxial ( yang biasa saya buat dari tube ) juga selalu saya kaitkan dengan velocity factornya , tetapi karena saya selalu berusaha membuat konstruksi yang “stabil” ( secara fisik ) meskipun jumlah spacernya selalu saya tekan agar “seminim mungkin” , maka saya selalu ( memberanikan diri ) memilih menggunakan angka2 tinggi diantara range tsb.
Sekali lagi , kuncinya adalah “meminimalisir jumlah/luasan spacer” ( dan tentu saja memilih bahan dielectric yang setinggi mungkin ( kualitasnya ) sesuai kemampuan kita.
Ada beberapa teknik untuk “meminimalisir” spacer tsb. yang mungkin lain kali bisa saya tuliskan ( salah satu contoh saja , misalnya untuk sebuah outer berbentuk pipa / tube , spacernya tidak harus “seluas” bentuk lingkaran sebesar OD nya , tapi bisa kita “per-kurus” sekurus mungkin –untuk memperluas bagian / porsi udaranya- dengan catatan tingkat kekurusan itu harus dalam batas mampu menjamin kestabilan mekanisnya ).
Untuk transformer ¼ lambda ( VHF ) saya biasa menggunakan hanya 4 spacer ( max. 5 ) dan itupun sudah termasuk 2 diantaranya sekaligus sebagai “penutup” ujung2 pipa / tube , sedangkan untuk UHF saya hanya gunakan 2 saja.
VF = Vp / c
VF di line = VF=1/√€ dimana € = konstanta dielectric dari material isolator.
Contoh :
Teflon konstanta dielectricnya = 2.1
VF = VF=1/√€ = 1/ 1.45 = 0.69
Jadi kecepatan rambat gelombang di coax dgn dielectric Teflon = 0.69 X kecepatan sinar atau 0.69 X 300.000.000 = 207.000.000 m/detik ( 128.616 mi/s )
Jika lossless line ( zero resistance ) yang dijadikan asumsi , velocity propagasi bisa dihitung :
Vp = 1 / √LC ft/s
Dimana pada perhitungan panjang dari line , satuan yang digunakan harus sama. Jika pada L satuan panjang yang digunakan feet di C juga dalam feet , demikian juga kalau meter , harus meter semua.
Contoh :
Sebuah coax menggunakan bahan tertentu unuk dielectricnya. Impedansi karakteristiknya 50 ohm.
Capacitance 30 pF / ft
Inductance 0.075 μH / ft ( = 5 nH / ft )
Berapakah VF dari coax cable tsb ?
VF = 1 / √75 x 10-9 x 30 x 10-12
= 67 x 108 ft / s
atau 126.262 mi / s atau 204 x 106 m / s.
Jadi VF = Vp / Vc = 204 x 106 / 300 x 106 = 0.68
Jarang ada barang ( coax )
modelnya seperti dalam foto tsb ? Apakah itu yg anda maksudkan ?
Kalau coax seperti itu kan ada banyak sekali. Semua station TV menggunakan model yg dielectricnya udara seperti itu. Demikian juga coax dgn "isolator udara diantara inner dan outernya juga banyak dipakai di station broadcast radio atau station2 radio lainnya yg bekerja dengan high power.
Innernya juga memang bolong / berlubang seperti itu ( akan percuma kalau dibuat pejal / padat karena bagian tengah / dalam konduktor tidak pernah dilewati RF/gelombang radio. Gelombang radio maunya hanya lewat disekitar kulit atau permukaan konduktor saja. Itu dikenal dengan istilah skin effect ( sifat gelombang yg hanya suka lewat disekitar "kulit" konduktor ).
Kalau coax seperti itu kan ada banyak sekali. Semua station TV menggunakan model yg dielectricnya udara seperti itu. Demikian juga coax dgn "isolator udara diantara inner dan outernya juga banyak dipakai di station broadcast radio atau station2 radio lainnya yg bekerja dengan high power.
Innernya juga memang bolong / berlubang seperti itu ( akan percuma kalau dibuat pejal / padat karena bagian tengah / dalam konduktor tidak pernah dilewati RF/gelombang radio. Gelombang radio maunya hanya lewat disekitar kulit atau permukaan konduktor saja. Itu dikenal dengan istilah skin effect ( sifat gelombang yg hanya suka lewat disekitar "kulit" konduktor ).
Tidak harus dipakai oleh
ham/amatir radio ( meski ada juga yg berekperiment demi lowest losses ) , tapi
yang lebih penting bukan beli barangnya namun ilmunya.
Dengan mengerti dasar2nya , amatir bisa membuat sendiri coax ber dielectric udara ( saya sudah pernah membuat sendiri puluhan thn lalu tapi SAMASEKALI TIDAK PERLU SEBESAR ITU. Saya dulu membuat dari tube tembaga kecil sebagai outernya dan kawat tembaga sebagai innernya. Losses ( rugi2nya ) jelas jauh lebih rendah dari coax yg beli ditoko.
Jadi di amatir radio, pengetahuan dasar adalah jauh lebih penting dari sekedar "menginginkan selalu menggunakan barang / peralatan yg mahal". Itu menurut saya. ( kata Paul M. Segal kan "Amateur Radio is Progressive" ( terus belajar & mengembangkan ilmu ).
Dengan mengerti dasar2nya , amatir bisa membuat sendiri coax ber dielectric udara ( saya sudah pernah membuat sendiri puluhan thn lalu tapi SAMASEKALI TIDAK PERLU SEBESAR ITU. Saya dulu membuat dari tube tembaga kecil sebagai outernya dan kawat tembaga sebagai innernya. Losses ( rugi2nya ) jelas jauh lebih rendah dari coax yg beli ditoko.
Jadi di amatir radio, pengetahuan dasar adalah jauh lebih penting dari sekedar "menginginkan selalu menggunakan barang / peralatan yg mahal". Itu menurut saya. ( kata Paul M. Segal kan "Amateur Radio is Progressive" ( terus belajar & mengembangkan ilmu ).
CARA UNTUK MENGETAHUI ( MENGUKUR ) SWR.

5 CARA BERDASARKAN JENIS ALAT YANG DIPAKAI
By : Djoko Haryono
01. ( Menggunakan ) VSWR meter
02. Directional Watt Meter ( Thruline Wattmeter )
03. Antenna Analyzer / Noise Bridge
04. Spectrum Analyzer
05. SMITH CHART.
Jika yang kita ketahui adalah nilai resistansi & reaktansi di ujung output pengukuran smith chart ( coax disisi sisi TX / generator ) . dan kondisi keseluruhan coax ( panjang / VF / losses ) maka kita bisa mengetahui ( berapa ) nilai SWR di antenna alias diujung terjauh dari coax ( = disisi input pengukuran / coax sisi antenna / load ) dengan menggunakan Smith Chart.
6 CARA LAINNYA JIKA DIKELOMPOKKAN BERDASARKAN “PARAMETER / BESARAN ( APA ) YG. DIKETAHUI”.
06 . Zl : Zo.
Jika yang kita ketahui Zl dan Zo nya , dimana nilai Zo nya LEBIH KECIL dibanding nilai Zl nya.
07. Zo : Zl.
Kalau yang sudah kita ketahui Zl dan Zo nya tetapi nilai Zo nya LEBIH BESAR dari Zl nya.
08. Jika yang kita ketahui Tegangan Forward dan Tegangan Reflected nya.
SWR bisa kita ketahui ( hitung ) dengan SWR = ( Ef + Er ) : ( Ef – Er ).
09. Jika yang kita ketahui nilai E max dan E min nya.
SWR = E max : E min.
10. Jika yang kita ketahui I max dan I min nya.
SWR = I max : I min.
11. Jika yang kita ketahui besarnya Forward Power dan Reflected Power nya.
SWR = ( 1 + akar Pr/Pf ) : ( 1 – akar Pr/Pf ).
Cara ke 11 ini pula yang dulu saya pakai ketika station TV local / regional JTV masih baru ( ketika JTV belum memiliki gedung sendiri dan kantornya masih numpang menempati gedung Graha Pena Surabaya , tetapi tower antennanya kala itu masih /sudah sama dengan yang sekarang –yang sejak awal ditempati juga oleh antennanya Metro TV Surabaya serta ditempati / dikelilingi banyak antenna BTS telepon seluler dari bbrp provider , antenna FM broadcast dsb ).
Ketika dulu JTV masih baru ( bersiaran hanya / baru dengan power 10 kW ) saya “tidak menemukan” adanya display atau meter SWR tetapi saya bisa melihat Forward maupun Reflected Powernya dengan selector switch yang ada , maka saya bisa mengetahui ( menghitung ) SWR dari sistem antennanya.
Sekarang saya sudah tidak pernah lagi ke JTV. Saya hanya tahu bahwa Jawa Pos group telah menjadi pemilik jaringan terbesar dari TV Regional ( saya menyebutnya sebagai TV Daerah atau TV-TV yang “ kecil kecil tetapi sangat banyak”. Terus terang saya sendiri tidak tahu lagi sudah ada “berapa puluh” jaringan TV Jawa Pos Group di Indonesia , group mereka yang seukuran Riau TV , JTV , SBO , MKTV , PJTV , RCTV , Jambi TV , Padang TV , RTV dan “embuh embuh TV opo maneh” lainnya.
Dahlan Iskan sendiri pernah menyatakan keinginan / harapannya untuk bisa menambah membangun sekitar 20 station TV baru setiap tahunnya sampai bbrp. tahun mendatang.
http://id.wikipedia.org/wiki/JTV
ANTENNA ANALYZER , SMITH CHART & IMPEDANSI KABEL TRANSMISI
By : Djoko Haryono
Menurut saya , meski kita misalnya sedang bekerja pada sistem ( standard ) 50 ohm , sebetulnya jika yang kita dapatkan / miliki adalah kabel coaxial yang tidak ( persis ) 50 ohm impedansi karakteristiknya , sebetulnya hal itu tidaklah perlu terlalu kita persoalkan ( tidak menjadi masalah ) , karena jika coax kita ternyata impedansinya 52.2 ohm , tetap saja kita bisa melakukan matching kesana. Itu artinya beban / load ( = antenna ) kitalah yang harus kita set ke 52.2 ohm ( dan bukan ke 50 ohm ) untuk mendapatkan kondisi matched.
Kalaupun karakteristik 52.2 ohm itu kita anggap sebagai “masih kurang akurat” atau “bisa menimbulkan ketidak akuratan” , maka letak ( sedikit akibat dari ) kekurang akuratan itu bukanlah pada “kabel”nya , melainkan lebih pada .....
.....“ketika kita melakukan berbagai pengukuran yang menggunakan bantuan dummy load , maka akan lebih baik jika kita memiliki ( membuat sendiri ) dummy load 52.2 ohm” .... hal itu karena ketika kita menggunakan kabel 52.2 ohm ( atupun 49 ohm atau nilai2 lainnya disekitar itu ) dummy load yang kita pakai selalu tetap yang “standard dipasaran” yang 50 ohm itu.
Demikian sedikit komentar saya seputar bahasan kabel 52.2 ohm ( atau “non 50 ohm” lainnya ) tsb.
COAX 50 OHM MEMANG TIDAK SELALU “MENAMPILKAN” IMPEDANSI 50 OHM , MELAINKAN ( SAAT KITA PRAKTEK ) IMPEDANSI YANG TAMPIL BISA BERBEDA & SANGAT BERVARIASI , TERGANTUNG “DARI APA YANG ( SEDANG ) KITA LAKUKAN”.
Selanjutnya , senyampang / selagi ( Jawa “mumpung” ) sedang membahas topik impedansi kabel / saluran transmisi , saya tambahi tulisan ini dengan bahasan lainnya yg juga masih berkaitan dengan impedansi kabel. Bahasan ke 2 berikut ini juga mengomentari tulisan teman lain sebelumnya yang isi tulisannya membahas seputar ...... “coax yang oleh produsennya ditulis memiliki impedansi 50 ohm , dalam prakteknya ternyata sering bukan / tidak 50 ohm ( = salah informasi. Info produsen dianggap kadang salah )”
Untuk yang ke 2 ini kasusnya tidak sama dengan yang saya komentari pertama paling atas. Jadi bukan diukur oleh teman , ternyata bukan 50 ohm”.
Pernyataan teman tsb. ingin saya komentari sbb.:
Mengapa muncul pandangan semacam itu ? Ada beberapa kemungkinan yang terjadi :
01
Kemungkinan pertama adalah “kualitas produknya memang rendah”. Kondisi realnya tidak sama dengan apa yang dirancang oleh produsennya. Ini bisa saja terjadi tetapi –selama coax yang kita pakai berasal dari merk terkenal- kemungkinannya kecil. Ingat , dipasaran juga ada sejumlah “coax KW-3” yang tidak jelas kualitasnya , bahkan dipasaran kita kadang temukan coax yang “polos” , sama sekali tidak ada identitasnya ( tidak ada tulisan nomor seri , type , bahkan merknya dsb ). Hati2 menghadapi barang2 yang tidak jelas semacam ini.
02
Coax bekas / lama / used cable.
Usahakan untuk tidak menggunakan ( membeli ) kabel bekas meskipun secara secara visual terlihat seperti masih bagus kondisinya. Ada bermacam diskontinuitas ( dicontinuity ) yg sering terjadi pada coax yang sudah lama atau terpakai ( ada retak2 halus / retak rambut pada isolatornya , retak2 halus pada kulitnya sehingga air hujan bisa merembes masuk , ada bagian yg pernah tergencet / terjepit , air atau kelembaban pernah masuk dari braid / salah satu ujungnya , ada tekukan2 pada innernya dsb. ). Discontinuity adalah salah satu musuh utama pada coax.
Hal2 diatas bisa menimbulkan perubahan karakteristik kabel.
03
Kemungkinan ke 3 adalah “kekurang tepatan ( = kesalahan ) cara pengukuran” yang dilakukan oleh pemakai , sehingga pemakai akhirnya sampai pada kesimpulan yang tidak akurat / salah juga.
04
Kemungkinan ke 4 adalah ...... masih banyaknya pemakai /praktisi yang mengira bahwa “coax yang oleh produsennya dinyatakan memiliki impedansi 50 ohm , ketika digunakan oleh konsumen / user , pastilah akan LANGSUNG MENAMPILKAN IMPEDANSI 50 OHM” , alias masih banyak user yang belum menyadari bahwa coax dengan Z = 50 ohm ( R = 50 ; X = 0 ), ketika dipakai ternyata malah menampilkan sifat yang sangat berbeda yang sama sekali BUKAN murni 50 ohm ( melainkan 42 + j12 atau 35 – j37 , 46 + j28 , 40 – j21 dsb.).
Memang kondisi “TIDAK LANGSUNG menampilkan impedansi 50 ohm sebagaimana yang diklaim oleh produsennya” itulah yang sebenarnya paling sering terjadi. Mengapa demikian ? Ini penjelasan singkatnya menurut saya :
04A
Pengertian dari “coax dengan impedansi 50 ohm” ( atau transmisiion line lainnya jenis apapun / non coax , dengan impedansi berapapun , 52.2 ohm , 49 ohm , 53 ohm , 75 ohm , 72 ohm atau 300 , 450 , 600 ohm dsb ) , sebetulnya yang dimaksudkan dengan impedansi disini BUKANLAH IMPEDANSI YANG SUDAH FIXED ( DANA AKAN LANGSUNG TERUKUR 50 OHM ) , melainkan yang dimaksudkan adalah CHARACTERISTIC IMPEDANCE nya , dan impedansi karakteristik itu HANYA AKAN LANGSUNG TAMPIL ( menunjukkan Z = 50 ohm alias R = 50 ohm dan X = 0 ohm ) pada kondisi khusus tertentu saja , yaitu HANYA ketika kabel tersebut dihubungkan dengan beban / load ( antenna , dummy load dsb ) yang resistive 50 ohm.
04B
Dan arti dari ( sudah ) TAMPIL DENGAN IMPEDANSI ( KARAKTERISTIK ) 50 OHM itu adalah DISETIAP TITIK MANAPUN YANG ADA DISEPANJANG KABEL , akan terukur ( = menunjukkan ) impedansi 50 ohm alias resistive 50 ohm ( R = 50 ohm dan X = tepat atau sedikit disekitar 0 ohm ) , atau “Ratio E/I” pada setiap titik sepanjang kabel = 50.
Sekali lagi , kondisi ini HANYA AKAN MUNCUL jika kabel terhubung pada LOAD yang sifatnya 50 ohm resistive.
04C
Keadaan 04B diatas juga bisa kita nyatakan sebagai ...... Tegangan dan Arus TERDISTRIBUSIKAN SECARA MERATA DISEPANJANG KABEL ( = DISETIAP TITIK ).
Hal ini akan berakibat .... SWR akan terukur sama disepanjang kabel.
04D
Dan ini pula yang MENIMBULKAN CARA PANDANG / ANGGAPAN ( YANG BENAR ) BAHWA .... “Panjang kabel coax yang kita pakai adalah BEBAS alias BOLEH BERAPAPUN ( selama tidak sampai menimbulkan losses yang terlalu besar karena losses yang besar selain merugikan power yang akan mencapai antenna , juga akan “juga menimbulkan pembacaan SWR yang salah / menipu. Menipu dengan cara yang berbeda dengan kasus pada 04E3 dibawah yg disebabkan karena terjadinya transformasi impedansi. Pada kasus yang ini , yang akan terjadi adalah ..... semakin besar losses kabel , SWR akan “menipu” dengan meunjukkan nilai SWR yang semakin jauh lebih rendah dibandingkan dengan nilai SWR real yang ada di antenna).
04E
Namun ketika kabel tsb. digunakan oleh user/konsumen , beban atau antenna yang dipasang kekabel tsb. TIDAK SELALU ( BAHKAN SERING ) BUKAN , atau BELUM BERSIFAT RESISTIVE 50 OHM.
E1. Antenna yang salah perancangannya.
E2. Rancangan antenna betul tetapi antenna belum di stel.
E3. Antenna sudah di stel tetapi user/teknisinya “salah persepsi” ( hanya berpatokan pada penunjukan SWR terendah –katakanlah penunjukan SWR yang sudah “Unity” / 1 : 1 – tetapi teknisinya tidak bisa membedakan / tidak tahu bahwa penunjukan SWR meter jenis VSWR bisa menunjukkan penunjukan sesuai kondisi SWR real / sebenarnya di antenna , tetapi juga bisa yang muncul adalah penunjukan nilai “semu”/ palsu yang mudah terjadi disaat beban reactive ) sehingga yakin bahwa antennanya sudah match meski sebenarnya belum.
04F
Yang saya maksud dengan KABEL TIDAK ( BELUM ) MENAMPILKAN IMPEDANSI 50 OHM NYA ( belum resistive ) pada penjelasan 04E diatas adalah ...... “Impedansi pada SETIAP TITIK-TITIK DISEPANJANG berbeda – beda ( naik turun terus ber-ulang2 disepanjang kabel ).
Contoh : di antenna 9 ujung coax ( misalnya ) terukur impedansinya 30 + j40 , tetapi dititik lainnya terukur impedansi dikabel 60 + j15 , lalu dititik lain lagi 42 – j33 dst. Singkat kata hampir tidak pernah impedansi dikabel terbaca 50 ohm , maka
Ini menunjukkan bahwa Tegangan dan Arus TIDAK TERDISTRIBUSIKAN SECARA MERATA DISEPANJANG KABEL ( dan ratio E/I terus menerus berubah ubah disetiap titik disepanjang kabel ).
04G
Kondisi 04F diatas itulah YANG MENIMBULKAN CARA PANDANG BERBEDA DENGAN CARA PANDANG 04D ( tetapi meski berbeda , CARA PANDANG YANG INI JUGA BENAR ADANYA ).
Cara pandang ke 2 ini adalah bahwa ....... “Panjang kabel coax TIDAK BOLEH SEMBARANGAN alias TIDAK BEBAS ( jika kita menginginkan agar SWR meter KEHILANGAN KESEMPATAN untuk bisa menipu kita / menampilkan penunjukan SWR yang semu , MESKIPUN KONDISI ANTENNA MASIH BERSIFAT SANGAT REACTIVE sekalipun ). Agar pada saat BAGAIMANAPUN kondisi beban / antenna , SWR meter tetap menunjukkan nilai real unmatch di antenna , maka panjang coax perlu dibuat agar merupakan “kelipatan ½ lambda elektrik” dari frekuensi yang digunakan.
04H
Jadi , baik pandangan yg menganggap bahwa PANJANG COAX ADALAH BEBAS , maupun pandangan yang menganggap PANJANG COAX SEBAIKNYA ( = MAKIN AMAN ) JIKA MERUPAKAN KELIPATAN ½ LAMBDA ELEKTRIK , kedua pandangan itu sama benarnya ( asalkan keduanya dipahami secara benar konteksnya ).
BAGAIMANAKAH ( SALAH SATU ) CONTOH YANG BISA DIBERIKAN UNTUK MENUNJUKKAN BAHWA IMPEDANSI PADA KABEL COAX BISA BERVARIASI ( TIDAK 50 OHM SEPERTI YANG TERTULIS PADA SPEC. DARI PABRIKNYA ) TERGANTUNG PADA “TITIK MANA” PADA PANJANG KABEL KITA MELAKUKAN PENGUKURANNYA ( dan impedansi kabel baru akan benar2 tampil 50 ohm atau mendekati 50 ohm disetiap titik , ketika karakter antenna sudah “murni” resistive 50 ohm ) ?
05
Kita ambil contoh pada kabel coax sepanjang 1 lambda. Misalnya kita bekerja pada band 6 meter ( bisa juga kita membuat contoh lain dengan memilih band / frekuensi lainnya apakah 2 meter , 70 cm , 10 meter / 28 MHz , 11 meter / CB 27 MHz dsb ).
Frekuensi 51.000 MHz. Velocity coax yang kita gunakan 0.8
Kita misalkan impedansi antenna ( diujung atas coax ) = 40 + j30 ( R = 40 ohm X = 30 ohm ).
06
Maka 1 lambda ( free space ) , jika semua hitungan kita gunakan cm = 588.25 cm
1 lambda elektrik ( rambatan di coax ) = 0.8 x 588.2 = 470.60 cm.
Jadi coax 1 lambda yg kita maksudkan diatas adalah coax yang panjangnya ( panjang dari connector ke connector ) 470.60 cm
07
Mari kita hitung impedansi ( pada sejumlah titik-titik ) sepanjang kabel. Ada 2 cara untuk mengetahui impedansi tsb. :
CARA 1 ( BAGI MEREKA YG. SUDAH PERNAH BELAJAR MENGGUNAKAN TABEL SMITH / SMITH CHART ).
Bagi yang sudah bisa menggunakan Smith Chart , mereka bisa menghitung dengan hanya menggunakan Smith Chart ( mereka tetap memerlukan pengukuran menggunakan Antenna Analyzer , namun cukup 1X saja yaitu untuk mengetahui impedansi antenna saja , sedangkan untuk mengetahui impedansi disetiap titik sepanjang coax , mereka akan bisa menemukannya cukup dengan menggunakan Smith Chart dan tidak perlu sering / terus menerus memotong – motong kabel secara bertahap ).
Bagi mereka yang sudah bisa menggunakan Smith Chart , selain bisa menemukan jawabannya dengan memakai Smith Chart seperti diatas , tentu saja ( kalau diinginkan ) merekapun bisa mengetahui impedansi disetiap titik dengan seluruhnya menggunakan bantuan Antenna Analyzer seperti pada Cara 2 dibawah.
CARA 2 ( BAGI MEREKA YANG BELUM BISA MENGGUNAKAN SMITH CHART ).
Maka mereka bisa menemukan seluruh jawabannya HANYA dengan menggunakan antenna analyzer untuk mengukur SETIAP PERUBAHAN KONDISI YANG TERJADI ( atau setiap perubahan titik yang ditunjuk ). Untuk cara kedua ini , untuk melakukan pengukuran diperlukan berkali – kali melakukan pemotongan / perubahan panjang kabel ( artinya ukur – potong – ukur lagi – potong lagi – dst. sampai nilai impedansi di masing2 panjang tertentu coax bisa diukur )
08
Dengan Smith Chart , seluruh impedansi pada setiap titik di coax tsb. bisa kita temukan , seperti yang saya susunkan secara berurutan dibawah ini :
09
Pada ujung lain dari coax ( pada titik yang berjarak 470.60 cm dari antenna , alias pada jarak 1 lambda ) impedansi pada kabel akan terukur 40 + j30 ( R nya 40 ohm dan X nya 30 ohm ). Tentu saja pada Smith Chart kita tidak akan menemukan tulisan 40 +j30 tersebut karena dalam Smith Chart posisi ini akan kita kenali sebagai titik “kordinat” 0.75 +j0.56
Mengapa Smith Chart menggunakan cara penulisan impedansi yg berbeda dengan penulisan impedansi “yang umum tertulis pada display Antenna Analyzer” ?
Hal itu karena Smith Chart DITUNTUT / HARUS bisa digunakan secara universal ( artinya dengan 1 tabel yang sama , tabel tsb. tetap bisa digunakan untuk menghitung sistem 50 ohm , sistem 75 ohm , 300 ohm, 450 ohm , 600 ohm atau BERAPA OHM pun ).
Untuk itulah maka semua keperluan itu perlu “diwakili” oleh satu cara penulisan tersendiri ( yang kemudian nantinya kita lakukan suatu langkah “normalisasi / normalization” 50 jika coax kita 50 ohm , normalisasi 75 jika coax kita 75 ohm dsb ).
10
Pada titik lain di coax yg berjarak 7/8 lambda ( alias pada jarak 411.80 cm dari ujung atas coax ) kita akan temukan impedansi coaxnya = 25 +j30 ( dinyatakan dengan kordinat 0.5 – j0.06 )
11
Pada titik ¾ lambda ( atau pada jarak 352.95 cm ) akan kita temukan impedansinya 45 – j32.5 ( pada kordinat 0.9 – j0.65 ).
12
Pada titik 5/8 lambda ( atau pada jarak 294.15 cm ) impedansi akan terukur 100 +j10 ( pada kordinat 2.0 + j0.2 ).
13
Pada titik ½ lambda ( atau pada jarak 235.30 cm ) impedansi akan terukur 40 + j30 ( kordinat 0.75 +j0.56 ).
14
Pada titik 3/8 lambda ( atau pada jarak 176.50 cm ) impedansi akan terukur = 25 +j30 ( pada kordinat 0.5 – j0.06 ).
15
Pada titik ¼ lambda ( atau pada jarak 117.65 cm ) impedansi akan terukur = 45 – j32.5 ( pada kordinat 0.9 – j0.65 ).
16
Pada titik 1/8 lambda ( atau pada jarak 58.85 cm ) impedansi akan terukur = 100 +j10 ( pada kordinat 2.0 + j0.2 ).
17
Demikianlah 9 titik2 pengukuran impedansi yang saya contohkan diantara puluhan ( atau ratusan ) kemungkinan titik yg ada sepanjang kabel. Saya tidak menuliskan detail seluruhnya karena akan menjadi daftar yang bisa sangat panjang. Saya hanya mengambilkan 9 contoh “titik2 kelipatan 1/8 lambda”nya saja yang ada dikabel yang hanya 1 lambda itu.
DARI CONTOH2 DIATAS KITA JADI ( MAKIN ) YAKIN BAHWA NILAI IMPEDANSI YANG TERUKUR PADA TITIK-TITIK DISEPANJANG KABEL AKAN TERUS BERUBAH ( TERGANTUNG LOKASINYA ) , KETIKA ANTENNA KITA SIFATNYA MASIH REACTIVE.
DAN SEMAKIN TINGGI KOMPONEN REACTIVENYA , “RANGE” VARIASI PERUBAHAN IMPEDANSI YANG TIMBUL AKAN MAKIN “LEBAR” , .....
DAN SEBALIKNYA , SEMAKIN KECIL REAKTANSI ANTENNA ( DAN NILAI RESISTIVENYA SEMAKIN MENDEKATI NILAI IMPEDANSI KARAKTERISTIK KABEL ) , MAKA “BENTUK” VARIASI / PERUBAHAN IMPEDANSI YANG TIMBUL AKAN SEMAKIN “DATAR” SIFATNYA.
CATATAN :
Karena saya sendiri sudah tidak aktif di ORARI sekitar 20 tahun , mungkin ketelitian saya menghitung ( dan atau membahas ) sudah banyak menurun. Tolong dikoreksi jika ternyata ditemukan kesalahan pada tulisan saya kali ini ( dengan membantu menyebutkan uraian nomor berapa yang keliru , plus masukan tentang bagaimana yang seharusnya ).
NORMALISASI ( NORMALISATION )
Seperti sudah pernah saya tulis dalam topik tulisan saya sebelum ini , metode normalisasi diperlukan dengan tujuan agar Smith Chart bisa digunakan bagi saluran transmisi yang memiliki nilai impedansi karakteristik BERAPAPUN.
Definisi impedansi ternormalisasi adalah impedansi real dibagi dengan impedansi karakteristik dari saluran transmisi ( kabel maupun wave guide ). Nilai2 yang dinyatakan dengan kordinat dari suatu impedansi input yang digambarkan pada Smith Chart inilah yang kita sebut sebagai nilai normalisasinya.
Smith Chart TIDAK HANYA BISA DIGUNAKAN UNTUK MENGHITUNG IMPEDANSI SAJA , TETAPI JUGA ADMITANSI ( ADMITTANCE / SUSCEPTANCE ) JUGA.
Dalam hal ini , prosedur “normalisasi” juga ikut berperan menjadikan Smith Chart semakin bervariasi / luas kegunaannya.
Berikut ini kita coba mengenali bagaimana tabel ( atau “grafik” ) Smith bisa dipakai untuk menghitung & menemukan nilai admitansi. Sayang bahwa admitansi ini masih sangat kurang kita pelajari. Sehari-hari kita praktis hanya bergelut dengan .... impedansi .... impedansi .... dan impedansi , padahal masalah ADMITTANCE ( SUSCEPTANCE ) juga sesuatu yang penting yang akan makin menambah wawasan dan kemampuan ( = kelancaran ) kita dalam setiap usaha melakukan setting dan matching antenna.
MENGHITUNG ADMITTANCE ANTENNA
Admitansi adalah “kebalikan/lawan” dari impedansi. Menjelaskan perbedaan antara IMPEDANSI dengan ADMITANSI , mungkin akan lebih mudah jika kita analogikan dan membandingkannya ( dengan ) antara TAHANAN / RESISTANSI dan DAYA HANTAR / KONDUKTANSI. Jika resistansi adalah “tahanan DC” dan impedansi adalah “tahanan yg. nilainya berubah/dipengaruhi frekuensi” , maka demikian juga dengan konduktans yang “dc” dan admitansi yang “dipengaruhi oleh frekuensinya”.
Dengan demikian jika ( misalnya ) Antenna Analyzer yang kita miliki tidak bisa dipakai untuk menghitung admitansi , maka kita bisa menggunakan Tabel Smith ( Smith Chart ) untuk menemukan nilai admitansi yang terjadi.
Saya berikan 1 contoh seputar proses normalisasi ini :
Kita misalkan kita memiliki coaxial dengan impedansi karakteristik 50 + j 0 ohm dan terhubung ke sebuah antenna berimpedansi 75 + j 100 ohm. Impedansi beban ini jika kita normalisasikan ke coax yang 50 ohm itu , akan terpresentasikan sebagai kordinat 1.5 + j2.0 ohm di Smith Chart yang berada pada titik perpotongan antara 2 kurva dari 2 “keluarga”/kelompok yang berbeda yaitu lengkung kurva dimana R/Zo = 1.5 berada , dengan lengkung kurva dimana +jX/Zo = 2.0 berada.
Dengan cara yang sama , bila ( misalnya ) kita menggunakan kabel transmisi jenis “parallel line / two wire” 500 ohm , itu akan terekspresikan sebagai 0.15 + j0.20 ohm pada kordinat yang berbeda dimana R/Zo nya = 0.15 dan +jX/o nya = 0.20.
Dari sini kita yakini bahwa Smith Chart bisa digunakan untuk berbagai macam impedansi karakteristik.
Impedansi karakteristik 50 ohm ekivalen dengan admitansi karakteristik 1/50 atau 0.020 mho dan impedansi beban 75 + j100 ohm ekivalen dengan admitansi beban 1 : ( 75 + j100 ) atau 0.0048 – j0.0064 mho.
Admitansi beban ternormalisasi ( normalized load admitance ) untuk transmission line ini menjadi
( 0.0048 – j0.0064 )/ 0.020 mho atau 0.24 – j 0.32 mho. Nilai admitansi ini adalah nilai “kebalikan / lawan” dari nilai impedansi karakteristik yg ada ( 1.5 + j2.0 ohm ).
Terima kasih & Salam saya.
73
Djoko Haryono
( formerly YC2BCG ).
Langganan:
Postingan (Atom)